Minggu, 03 November 2013

MARAKNYA KEJAHATAN SEKSUAL TERHADAP ANAK



BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar belakang

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak yang dimiliki manusia sejak ia  lahir yang  berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapapun.Hak hak ini berisi tentang kesamaan atau keselarasan tanpa membeda bedakan suku,golongan, keturunanan, jabatan dan lain sebagainya antara setiap manusia yang hakikatnya adalah sama-sama makhluk ciptaan Tuhan. Jika kita melihat perkembangan HAM di Negara ini ternyata masih banyak  pelanggaran HAM yang sering kita temui, tidak terkecuali kekersan seksual terhadap anak. Oleh karena itu maka penulis membuat pembahasan dengan judul:
MARAKNYA KEJAHATAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR


1.2 Alasan pemilihan judul
Pelecehan seksual terhadap anak adalah suatu bentuk penyiksaan anak di mana orang dewasa atau remaja yang lebih tua menggunakan anak untuk rangsangan seksual. Bentuk pelecehan seksual anak termasuk meminta atau menekan seorang anak untuk melakukan aktivitas seksual (terlepas dari hasilnya), memberikan paparan yang tidak senonoh dari alat kelamin untuk anak, menampilkan pornografi untuk anak, melakukan hubungan seksual terhadap anak-anak, kontak fisik dengan alat kelamin anak (kecuali dalam konteks non-seksual tertentu seperti pemeriksaan medis), melihat alat kelamin anak tanpa kontak fisik (kecuali dalam konteks non-seksual seperti pemeriksaan medis), atau menggunakan anak untuk memproduksi pornografi anak.
Efek kekerasan seksual terhadap anak antara lain depresi, gangguan stres pascatrauma, kegelisahan, kecenderungan untuk menjadi korban lebih lanjut pada masa dewasa, dan cedera fisik untuk anak di antara masalah lainnya. Pelecehan seksual oleh anggota keluarga adalah bentuk inses, dan dapat menghasilkan dampak yang lebih serius dan trauma psikologis jangka panjang, terutama dalam kasus inses orangtua.
Sebagian besar pelaku pelecahan seksual adalah orang yang dikenal oleh korban mereka. Sebagian besar pelanggar yang pelecehan seksual terhadap anak-anak sebelum masa puber adalah pedofil, meskipun beberapa pelaku tidak memenuhi standar diagnosa klinis untuk pedofilia.
Berdasarkan hukum, "pelecehan seksual anak" merupakan istilah umum yang menggambarkan tindak kriminal dan sipil di mana orang dewasa terlibat dalam aktivitas seksual dengan anak di bawah umur atau eksploitasi anak di bawah umur untuk tujuan kepuasan seksual.

Akhir-akhir ini sering terjadi kekerasan seksual yang menimpa anak. Alasan penulis memilih judul ” MARAKNYA KEJAHATAN SEKSUAL TERHADAP ANAAK DIBAWAH UMUR ” agar pembaca bisa mengetahui apa penyebab, dampak serta pencegahan dari terjadinya kekerasan seksual terhadap anak, agar kita semua khususnya para orang tua bisa lebih waspada dalam menjaga anak, agar terhindar dari kejahatan seksual.

1.3     Tujuan
Tujuan dari penyusunan karya tulis ini adalah sebagai berikut :    

a. Sebagai salah satu tugas untuk mendapatkan nilai pada mata kuliah PENDIDIKAN PANCASILA.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor  terjadinya kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur
c. Untuk mengetahui dampak yang akan diterima oleh anak yang mengalami kekerasan seksual
d. Untuk mengetahui cara pencegahan, agar anak terhindar dari kekerasan seksual



1.4     Sistematika Penulisan
       Untuk memberikan gambaran penulisan Tugas Akhir ini, maka penulis memberikan sistematika penulisan sebagai berikut :


BAB I   PENDAHULUAN
Pada bagian pendahuluan ini memberikan gambaran tentang isi karya tulis secara keseluruhan sehingga pembaca dapat memperoleh informasi singkat dan tertarik untuk membaca lebih lanjut. Didalam bagian pendahuluan memaparkan tentang latar belakang masalah, alasan pemilihan judul, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II   LANDASAN TEORI
Landasan teori merupakan gambaran secara umum tentang pembahasan yang berkaitan dengan Hak Anak. Landasan teori yang ada pada bab ini yaitu Undang-undang Republik Indonesia no. 39 Tahun 1939 yang ada pada bab ke-3 bagian kesepuluh, undang-undang no.23 tahun 2002 tentang pelindungan anak,

BAB III  ANALISIS DAN PENETAPAN METODE YANG DIGUNAKAN
Dalam hal ini penulis akan menganalisis dan menetapkan metode yang akan digunakan dalam pembahasan karya ilmiah ini.

BAB IV  PENUTUP
      Penulis akan menguraikan secara singkat mengenai data-data yang terkumpul dan menyajikan dalam bentuk tabel atau diagram.
     
     
      BAB V ANALISIS DATA
      Penulias akan menganalisis data-data yang tersedia dan kemudian memberikan kesimpulan terhadap apa yang dianalisis
     
      BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Isinya merupakan kesimpulan dari pembahasan yang merupakan jawaban terhadap masalah serta berisi tentang saran-saran penulis yang didasarkan pada hasil pembahasan sehingga dapat dikembangkan dengan lebih baik.




BAB II
ANALISIS LANDASAN TEORI
2.1 Analisishasil

BerdasarkanUndang-undang Republik Indonesia no. 39 Tahun 1939 bab ke-3 bagian kesepuluh;

Pasal 52
(1)   Setiap anak berhak atas perlindungan orang tua, keluarga, masyarakat dan negara.
(2)   Hak anak adalah hak azasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakaui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak kandungannya


Pasal 58
(1)   Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik dan mental penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual dalam pengasuhan orang tua atau walinya atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak tersebut
(2)   Dalam hal orang tua, wali, atau pengasuh anak melakukan segala bentuk penganiayaaan fisik atau mental, penelantarn, perlakuan buruk, pelecehan seksual termasuk pemerkosaan dan pembunuhan terhadap anak yang seharusnya dilindungi maka harus dikenakan pemberatan hukum
Pasal 66
(1)   Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi
UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
2. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi.
3. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari
suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya,
atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke
atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga.
4. Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu
tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat.
5. Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya
menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak.
6. Anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya
secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial.
7. Anak yang menyandang cacat adalah anak yang mengalami
hambatan fisik dan/atau mental sehingga mengganggu
pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.
8. Anak yang memiliki keunggulan adalah anak yang mempunyai
kecerdasan luar biasa, atau memiliki potensi dan/atau bakat
istimewa.
9. Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan
kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang
bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan
anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya
berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.
10. Anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau
lembaga, untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan,
pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu
orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak
secara wajar.
11. Kuasa asuh adalah kekuasaan orang tua untuk mengasuh,
mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan
menumbuhkembangkan anak sesuai dengan agama yang
dianutnya dan kemampuan, bakat, serta minatnya.
12. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib
dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga,
masyarakat, pemerintah, dan negara.
13. Masyarakat adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan
organisasi sosial dan/atau organisasi kemasyarakatan.
14. Pendamping adalah pekerja sosial yang mempunyai kompetensi
profesional dalam bidangnya.
15. Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada
anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum,
anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi
secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan,
anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban
penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik
fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak
korban perlakuan salah dan penelantaran.
16. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
17. Pemerintah adalah Pemerintah yang meliputi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Pasal 81 ayat (2)
3 tahun dan maksimal 15 tahun DAN denda minimal 60 juta dan maksimal 300 juta rupiah. Yang isinya :
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.



2.2 Penampilan anggapan
Menurut saya maraknya kejahatan seksual terhadap anak dibawah umur banyak disebabkan oleh beberapa faktor, terutama factor kurangnya pengawasan orang tuaterhadapanak.Terutamaanak-anakjalanan yang tidakmempunyai orang tua. Dalam hal ini pemerintah mempunyai peran penting terhadap perlindungan terhadap anak. Selain itu tingkat hukuman juga harus sebanding dengan kejahatan yang dilakukan oleh pelaku agar memberikan efek jera bagi pelaku. Akan tetapi menurut saya penegakan hukum yang berlaku di Indonesia kurang tegas, karena masih banyaknya kasus-kasus kejahatan seksual yang menimpa anak seperti contoh kasus yang akansayabahas di bab 3.



2.3 Pernyataan hipotesis
Kasus kekerasan seksual terhadap anak, kian hari kian menghawatirkan. Kasusnya yang semakin meningkat membuat para orang tua harus lebih ekstra dalam melakukan pengawasan terhadap anaknya. Selain itu adanya kejadian atau kekerasan seksual yang dialami oleh si pelaku merupakan salah satu faktor terjadinya kekerasan kejadian tersebut. Pengalaman mendapatkan kekerasan seksual secara fisik maupun non fisik pada anak juga dianggap sebagai pemicu utama anak untuk berperilaku seksual yang belum sepantasnya dilakukan oleh golongan usianya. Sebagai tamsil, ketika anak memiliki pengalaman mendapatkan perilaku seks dari orang dewasa, seperti pernah disentuh alat kelaminnya, dipaksa melakukan tindakan oral, hingga mengalami sodomi, maka mereka akan mengalami trauma yang menyakitkan.
Kondisi traumatik ini akan memaksa mereka mengendapkan pengalaman pahit mereka ke alam bawah sadar, hingga mampu mempengaruhi sikap, cara pandang, hingga orientasi seksual anak di fase selanjutnya. Hipotesa tersebut diperkuat oleh temuan sebuah lembaga riset yang berkedudukan di Australia, Center Against Sexual Assault (CASA, 2012).
CASA menyimpulkan bahwa perilaku orang dewasa di sekitar anak, baik orang tua, pengasuh, atau siapa pun yang berada di lingkungan tempat anak bertumbuh kembang, akan berdampak signifikan dalam pembentukan karakter, sikap, dan perilaku anak.
Sikap para orang dewasa yang sering tidak menghargai keberadaan anak melalui kebiasaan melontarkan kata-kata kotor, mencela dengan kalimat yang bernuansa seksual, hingga mempertontonkan tindakan asusila baik sengaja maupun tidak sengaja pada anak, diyakini dapat mendorong agresifitas anak untuk melakukan tindakan kekerasan seksual.
Lenore Terr (1990)  lewat bukunya yang berjudul Too Scared to Cry menggambarkan bagaimana efek trauma pada anak dapat memicu perilaku amoral anak sebagai bentuk perlawanan akan tindakan tidak menyenangkan yang telah dialaminya.
Lenore Terr yang juga berlatar belakang sebagai psikiater handal dari Michigan University tersebut menjelaskan bahwa efek trauma itu muncul sebagai akibat dari ketidakmampuan anak dalam melakukan perlawanan terhadap pihak yang telah melakukan tindakan yang tidak menyenangkan terhadapnya. Hal ini mengarah pada munculnya konflik dan pergulatan batin di dalam ranah kesadaran anak sebagai bentuk sikap tidak menerima perlakuan buruk yang dialaminya yang pada akhirnya mendorong anak untuk mengekspresikan apa yang dirasakan.
Efek trauma ini akan melekat kuat pada memori anak yang terus menerus muncul dalam ingatan anak secara tiba-tiba baik melalui stimulus penglihatan dan pendengaran, baik langsung maupun tidak langsung. Sehingga dengan adanya sedikit stimulasi pada traumanya, anak akan dengan mudah terpantik untuk melakukan tindakan agresif, kekerasan, termasuk perilaku amoral. Hal tersebut merupakan coping strategy anak dalam mengatasi konflik batin yang disebabkan oleh trauma.
Selain faktor trauma akan perilaku kekerasan seksual, terpaparnya anak terhadap sajian pornografi, baik yang bersumber dari video, majalah, maupun gambar bernuansa seksual juga menjadi penyebab utama munculnya perilaku seksual pada anak di bawah umur.
Sejak awal, Sigmund Freud (1921) mengingatkan kita melalui teori perkembangan psychosexual anak. Freud mengatakan bahwa anak memiliki jenjang ketertarikan terhadap aspek seksualitas sejak usia tiga hingga enam tahun. Hal itu ditandai dengan ketertarikan mereka akan organ kelamin mereka sendiri.
Sehingga, hal yang lumrah ketika anak pada fase ini senang untuk mengeksplorasi alat kelamin mereka sendiri. Selanjutnya, pada umur enam tahun hingga pubertas, seorang anak akan memiliki keingintahuan lebih banyak terhadap lawan jenis. Ketika memasuki fase tersebut, seorang anak mulai menunjukkan keberanian untuk mengekspresikan ketertarikan terhadap lawan jenis.
Pada fase ini, apabila anak sudah terpapar oleh faktor stimulus seperti media yang bernuansa seksual, maka seorang anak akan cenderung mengalami gejolak batin untuk mengekspresikan perilaku dan orientasi seksualnya. Jika pihak keluarga dan lingkungan sosial tidak memberikan pengawasan dan pengarahan yang tepat, maka seorang anak akan mendapatkan angin segar untuk mempraktekkan apa yang seolah diketahuinya dari tayangan-tayangan pornografi tersebut.
Fatalnya, perilaku seksual mereka seringkali dilakukan kepada anak yang pada umumnya berusia lebih muda dari mereka dengan maksud untuk menekan tingkat perlawanan saat aksi kekerasan seksual dilakukan. Dengan alasan inilah, media pornografi dinilai benar-benar berdampak sangat destruktif terhadap perkembangan mental dan perilaku anak.
Karena itu, berbagai upaya harus dilakukan oleh seluruh stakeholders baik di keluarga, masyarakat, maupun aparat pemerintah, untuk menghindarkan anak dari media-media yang memuat stimulus seksual, untuk menghindari merebaknya tindak kekerasan seksual oleh dan pada anak di bawah umur.


BAB III
ANALISIS DAN PENETAPAN METODE YANG DIGUNAKAN
3.1.      Sample
INVESTIGASI KASUS 'BABEH'
Mendengar kasus pembunuhan serta kasus sodomi dan mutilasi sejumlah korban yang terungkap pada awal Januari 2010 merupakan salah satu dari beberapa kasus pembunuhan yang disorot media. Mister X atau yang biasa dipanggil Babe (48)  merupakan pelaku pembunuhan berantai dengan cara mutilasi yang korbannya adalah anak-anak jalanan yang sebelum dibunuh telah menjadi korban pelampiasan hasrat seksual babe terlebih dahulu. kepada polisi, Babe mengaku telah melakukan kekerasan sodomi yang dilanjutkan dengan pembunuhan berantai kepada 7 bocah yang 4 diantaranya juga menjadi korban mutilasinya. anak jalanan yang menjadi korban keganasan babeh rata-rata berusia 12 tahun.

Babe adalah seorang anak petani yang berasal dari daerah Magelang, Jawa Tengah.  Babe merupakan anak pertama dari 12 bersaudara. Babe kecil tidak pandai bersekolah. Di rumah dia selalu dimarahi karena kebodohannya oleh orang tuanya disebabkan dirinya yang tidak pernah naik kelas .Sekolahnya pun cuma sampai kelas tiga SD. Tahun 1972, saat berusia 12 tahun. Babe pergi dari rumah orangtuanya dan hijrah ke Jakarta. Di sinilah Babe merasakan kerasnya hidup. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Babe mencari nafkah menjadi pengamen di wilayah Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.di tempat singgahnya di Jakarta inilah, Babe kecil pernah menjadi korban sodomi oleh seorang pria yang mengasuhnya dan juga sering mengalami kekerasan secara psikologis. Babe kemudian dipungut seorang bernama Cuk Saputar dan dibawa ke Kuningan, Jawa Barat untuk menggembala kerbau. di usia 21 Tahun, Babe dinikahkan tetapi dirinya mengaku memiliki gangguan seksual yaitu tidak bisa ereksi dalam berhubungan suami-istri dengan pasangannya. Anehnya, hasrat seksual Babe malah muncul ketika kembali lagi ke Jakarta, berjualan rokok sambil mengasuh beberapa anak jalanan. disinilah awal mula Babe mulai melakukan kekerasan sodomi dengan beberapa anak asuhnya.  Ia mengaku seringkali menyodomi anak asuhnya yang sering tidur dirumahnya atau yang tinggal bersamanya, meski tidak semuanya ia bunuh atau mutilasi.polisi menemukan puluhan foto-foto anak-anak jalanan yang mayoritas bocah laki-laki dalam kotak rokok di rumahnya. Foto-foto berukuran 2 X 2,5 cm itu diduga merupakan hasil jepretan dari kamera handphone. semacam ketagihan, Babe mengaku cenderung mengulangi perbuatan kejinya kepada anak- anak asuhannya ketika ada kesempatan.Setelahmelihat sekilas mengenai riwayat hidup Babe diatas, bagaimana analisis mengenaiprilaku yang dimilikinya? Abnormal atau normal?
menurut apa yang saya tangkap dari riwayat Babe, Pengalaman masa kecil Babemerupakan faktor pengaruh terbesar yang mendorong ia memiliki hasrat seksual yang menyimpang. kemungkinan, Babe mengalami trauma atas pengalamannya yang pernah menjadi korban sodomi dan kekerasan secara psikologis. kecenderungan untuk mengulanginya lagi di masa dewasa juga berhubungan dengan kenyataan bahwa dirinya tidak bisa "puas' ketika melakukan hubungan suami istri dengan istrinya. Hal ini juga mendorong babe untuk mencari jalan lain untuk melampiaskan hasrat seksualnya pada anak-anak kecil di jalanan yang juga merupakan anak asuhnya.


3.2 Metode dan Prosedur Pengolahan Data
Dalam melakukan pengloahan data, penulis menggunakan metode deskriptif. Metode yang memberikan gambaran atau uraian mengenai kasus yang dilakukan oleh si mister X atau yang biasa dipanggil babe dalam melakukan aksinya. Babe diduga telah melakukan sodomi terhadap anak jalanan sejak tahun 1993 dengan rentan usia antara 4 hingga 14 tahun. Babe tertangkap setelah adanya pengaduan dari salah satu orang tua korban yaitu korban yang berinisial A yang pada saat itu berusia 9 tahun yang menghilang. A sendiri ditemukan tewas terpotong-potong pada tanggal 8 Januari 2010 dan kepalanya ditemukan sehari kemudian. Babe sendiri ditangkap di kediamannya di Gang Masjid Haji Dalim, Pulogadung, Jakarta Timur pada 9 Januari 2010.

Pelecehan Seksual merupakan perbuatan yang keji dan biadap. apalagi bila pelecehan seksual itu terjadi pada seorang anak kecil yang pikirannya masih polos dan belum tahu tentang apa-apa. Disini penulis akan menjelaskan factor, dampak serta pencegahan kekerasan seksual pada anak.


A. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan anak menjadi korban pelecehan seksual :
• Anak kecil innocent (polos) dan tak berdaya. Apalagi, jika harus berhadapan dengan orang-orang dewasa, terutama orang tua. Itu sebabnya, pelecehan seksual banyak dilakukan oleh bapak, paman, kakek, guru, atau tetangga dekat.
• Rendahnya moralitas dan mentalitas pelaku juga memicu munculnya pelecehan. Moralitas dan mentalitas yang tidak dapat bertumbuh dengan baik, membuat pelaku tidak dapat mengontrol nafsu atau perilakunya.
• Anak mengalami cacat tubuh, retardasi mental atau gangguan tingkah laku juga menjadi salah satu sebab banyaknya kasus pelecehan pada anak. Anak-anak penyandang cacat ini menjadi sasaran empuk bagi pelaku pelecehan seksual, sebab beberapa faktor yang dianggap menguntungkan karena pelaku pelecehan pada anak-anak penyandang cacat biasanya sudah merencanakan niatnya itu dengan memperhitungkan berbagai faktor, yakni keamanan pada saat melakukan dan lemahnya bukti yang bisa dicari karena korban masih anak-anak atau penyandang cacat.
B. Dampak dari pelecehan seksual itu sendiri terhadap anak :
Pelecehan seksual berdampak besar terhadap psikologis anak, karena mengakibatkan emosi yang tidak stabil. Oleh karena itu, anak korban pelecehan seksual harus dilindungi dan tidak dikembalikan pada situasi dimana tempat terjadinya pelecehan seksual tersebut dan pelaku pelecehan dijauhkan dari anak korban pelecehan. Hal ini untuk memberi perlindungan pada anak korban pelecehan seksual. Anak-anak yang menjadi korban pelecehan seksual akan mengalami sejumlah masalah, seperti: kehilangan semangat hidup, membenci lawan jenis, dan punya keinginan untuk balas dendam; bila kondisi psikologisnya tidak ditangani secara serius.
C. Cara-cara untuk mencegah terjadinya pelecehan seksual pada anak :
• Orang tua membuka komunikasi dan menjalin kedekatan emosi dengan anak-anak. Dengan cara menyempatkan diri untuk bermain bersama anak-anak.
• Orang tua disarankan memberikan pengertian kepada anak-anak tentang tubuh mereka dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh orang lain terhadap bagian tubuhnya. Misalnya, anak diberi pengertian bahwa kalau ada orang lain yang mencium misal di pipi harus hati-hati karena itu tidak diperbolehkan, apalagi orang lain itu yang tidak dikenal.
• Kenalkan kepada anak perbedaan antara orang asing, kenalan, teman, sahabat, dan kerabat. Misalnya, orang asing adalah orang yang tidak dikenal sama sekali. Terhadap mereka, si anak tak boleh terlalu ramah, akrab, atau langsung memercayai. Kerabat adalah anggota keluarga yang dikenal dekat. Meski terhitung dekat, sebaiknya sarankan kepada anak untuk menghindari situasi berduaan saja.
• Jika sang anak sudah melewati usia balita, ajarkan bersikap malu bila telanjang. Dan, bila sudah memiliki kamar sendiri, ajarkan pula untuk selalu menutup pintu dan jendela bila tidur.
• Adanya keterlibatan aparat penegak hukum yakni penyidik, jaksa dan hakim dalam menangani kasus pelecehan seksual pada anak sehingga berperspektif terhadap anak diharapkan dapat menimbulkan efek jera pada pelaku tindak pidana pelecehan sehingga tidak ada lagi anak-anak yang menjadi korban pelecehan seksual.













3.3    Metode dan Penganalisisan Data
Sesuai dengan sumber data serta maksud dan tujuan penyusunan tugas mata kuliah pendidikan pancasila ini maka dalam pengumpulan data penulis menggunakan beberapa metode sebagai berikut :
1. Studi Kepustakaan
Suatu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara menggunakan dan mempelajari buku-buku, internet, atau media lain yang ada hubungannya dengan masalah karya tulis ini.
2.      Literature
             Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan memanfaatkan buku - buku referensi sebagai penunjang dalam pengambilan teori dasar.





















BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENYAJIAN DATA
4.1. Uraian secara singkat
Komnas Perlindungan Anak menyatakan tahun 2013 merupakan tahun darurat kekerasan seksual pada anak. Indikasi tersebut terlihat kasus kekerasan kian meningkat terhadap anak, khususnya kekerasan seksual.
Peristiwa kejahatan ini memaksa Komite Nasional Perlindungan Anak 'turun gunung' ke daerah-daerah untuk memberi pengarahan dan mencarikan solusi untuk mengatasi persoalan itu.
"Tahun darurat kekerasan seksual pada anak akan terjadi bila pemerintah hanya berdiam diri," demikian Sekjen Komnas PA Aris Merdeka Sirait saat berkunjung dan menggelar pertemuan dengan Komisi Perlindungan Anak (KPS) Daerah Provinsi Riau.
Komnas PA bahkan mencatat, selama tahun 2012 lembaga ini telah menerima laporan dan
pengaduan dari masyarakat terhadap tindakan kekerasan pada anak sebanyak 2.637 kasus. Dari jumlah tersebut, sebanyak 62 persen atau 1.526 kasus merupakan tindakan kekerasan seksual pada anak.
Angka ini jauh meningkat dibandingkan dengan tahun 2011 yang mencapai 2.509 kasus. Dari jumlah tersebut, 52 persen
atau 1305 diantaranya merupakan kasus kekerasan seksual pada anak.
Dari rangkuman data tersebut, sangat jelas bahwa kasus kekerasan seksual pada anak mengalami peningkatan signifikan hingga mencapai 10 persen sepanjang tahun 2012 dibandingkan tahun 2011.
Sekjen Komnas PA, Aris Merdeka Sirait memprediksikan tahun 2013 ini akan menjadi tahun darurat kekerasan seksual pada anak jika tidak dilakukan upaya-upaya konkrit sejak dini.
"Untuk itu, semua pihak baiknya terlibat secara langsung, turut serta mengatasi persoalan ini agar tidak terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Lindungi anak dengan cara yang cermat," katanya.
Menurut Aris, tindakan kekerasan pada anak atau tindakan kekerasan seksual pada anak biasanya dilakukan oleh orang-orang terdekat korban. Oleh karena itu, lanjutnya, para orang tua harus mengawasi anak-anaknya dengan ekstra.
Selain itu pemerintah, imbuhnya,  juga harus aktif dalam upaya mengatasi persoalan ini, salah satunya dengan melakukan pembinaan terhadap para orang tua melalui sosialisasi per media atau bahkan mengadakan seminar hingga pada tingkat pemerintahan terendah.


           
4.2 Penyajian table
Pengaduan Kekerasan Seksual Terhadap Anak
Tahun
2011
2012
Pengaduan
1305 kasus
1526 kasus
























BAB V
ANALISIS DATA
5.1 Analisis komparatif
Data pada table 4.2 menunjukan pengaduan kasus kekerasan seksual terhadap anak. Jika kita bandingkan, kasus kekerasan seksual pada anak semakin meningkat. Pada tahun 2011 terjadi 1305 pengaduan kasus kekerasan seksual pada anak dan pada tahun 2012 pengaduan meningkat tajam menjadi 1526 kasus. Ini menandakan kedaruratan yang harus segera diselesaikan. Dalam hal ini pemerintah berperan penting dalam hal penegakan hukum. Menurut Komisi Perlindungan anak, kasus kekerasan seksual pada anak akan semakin meningkat. Tahun 2013 merupakan tahun darurat kekerasan seksual pada anak. Tetapi jika pemerintah melakukan upaya-upaya pencegahan sejak dini, angka kekerasan seksual terhadap anak bias ditekan. Dalam hal ini tidak hanya pemerintah yang harus melakukan pencegahan, tetapi kita semua juga harus ikut serta dalam hal tersebut terutama para orang tua. Peran orang tua disini sangat penting. Mengingat orang tua merupakan

5.2 Kesimpulan analisis
Pemerintah mempunyai peran penting dalam hal penegakan hukum. Selain itu pemerintah juga harus bisa mecegah agar kejadian–kejadian tersebut tidak lagi terulang. Bila perlu pemerintah melakukan pembinaan terhadap para pelaku, agar ketika mereka bebas dari hukuman kekerasan seksual yang dilakukannya pada anak tidak diulanginya lagi dikemudian hari.













BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan dan saran
Kesimpulan
Kasus kekerasan seksual terhadap anak akan semakin meningkat apabila kita senua terutama pemerintah dan para orang tua tidak melakukan pencegahan sejak dini.
Intinya kita semua harus bisa mencegah terjadinya perbuatan yang tidak berprikemanusiaan ini. Orang tua dan pemerintah mempunyai peran yang sangat penting dalam hal pencegahan. Agar para pelaku memiliki efek jera, sebaiknya pemerintah meberikan hukuman yang sangat berat mungkin. Sehingga para pelaku akan berfikir seribu kali untuk ketika mereka hendak melakukan kekersan seksual terhadap anak. Dengan demikian mudah-mudahan tidak akan ada lagi anak yang mengalami kekerasan. Baik itu kekerasan seksual maupun kekerasan lainnya. Karena kita semua tahu bahwa anak adalah titpan dari Allah swt. Oleh karena itu kita harus bisa menjaga titipan Nya dengan sebaik mungkin.

Saran
1.      Orang tua harus bisa lebih ekstra dalam menjaga anaknya
2.      Pemerintah harus mampu mencegah serta bertindak tegas terhadap pelaku kekerasan seksual
3.      Pembinaan terhadap para pelaku agar ketika pelaku bebas dari hukuman kasus kekerasan seksual yg dilakukannya pada anak tidak diulangi lagi dikemudian hari.               



Sumber :



1.      Djumharjinis, 2012, Pendidikan Pncasila, Demokrasi dan Hak Azasi Manusia (Suplemen Materi Perkuliahan) Widya, Jakarta.
2.      Dirjen Dikti. 2002, Kapito Selekta (Untuk Mahasiswa) I & II, Jakarta.
3.      H. Kaelan. M5 2008, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.
4.      Muchji. H. Achmad, Etail, 2007, Pendidikan Pancasila, Gunadarma.
5.      Indonesiatera, 2011, UUD 1945 dan Perubahannya + Struktur Ketatanegaraan, Yogyakarta.
6.      Latif, Yudi, 2010, Negara Paripurwa, Historis, Rationalitas dan Aktualitas Pancasila, Gramedia, Jakarta.
10.  http://devianggraeni90.wordpress.com/2009/12/21/pelecehan-seksual-pada-anak/


 



1 komentar:

  1. Mohon ijin bergabung untuk berbagi info tentang alat bantu yang dapat meningkat kan rangsangan seksual baik pria dan wanita, yang tertarik informasinya bisa di lihat disini: alat stimulasi

    BalasHapus