BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Hak Asasi
Manusia (HAM) merupakan hak-hak yang dimiliki manusia sejak ia lahir
yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapapun.Hak hak
ini berisi tentang kesamaan atau keselarasan tanpa membeda bedakan
suku,golongan, keturunanan, jabatan dan lain sebagainya antara setiap manusia
yang hakikatnya adalah sama-sama makhluk ciptaan Tuhan. Jika kita
melihat perkembangan HAM di Negara ini ternyata masih banyak pelanggaran
HAM yang sering kita temui, tidak terkecuali
kekersan seksual terhadap anak. Oleh karena itu maka penulis membuat pembahasan
dengan judul:
“MARAKNYA KEJAHATAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR”
1.2 Alasan
pemilihan judul
Pelecehan
seksual terhadap anak adalah suatu bentuk penyiksaan anak di mana orang
dewasa atau remaja yang lebih tua menggunakan anak untuk rangsangan seksual.
Bentuk pelecehan seksual anak termasuk meminta atau menekan seorang anak untuk
melakukan aktivitas seksual (terlepas dari hasilnya), memberikan paparan yang
tidak senonoh dari alat kelamin untuk anak, menampilkan pornografi untuk anak,
melakukan hubungan seksual terhadap anak-anak, kontak fisik dengan alat kelamin
anak (kecuali dalam konteks non-seksual tertentu seperti pemeriksaan medis),
melihat alat kelamin anak tanpa kontak fisik (kecuali dalam konteks non-seksual
seperti pemeriksaan medis), atau menggunakan anak untuk memproduksi pornografi
anak.
Efek kekerasan seksual terhadap anak antara lain depresi, gangguan stres pascatrauma, kegelisahan, kecenderungan untuk menjadi
korban lebih lanjut pada masa dewasa, dan cedera fisik untuk anak di antara
masalah lainnya. Pelecehan seksual
oleh anggota keluarga adalah bentuk inses, dan dapat menghasilkan dampak yang
lebih serius dan trauma psikologis jangka panjang, terutama dalam kasus inses
orangtua.
Sebagian besar pelaku pelecahan seksual adalah
orang yang dikenal oleh korban mereka. Sebagian besar pelanggar yang pelecehan seksual terhadap
anak-anak sebelum masa puber adalah pedofil, meskipun beberapa pelaku tidak memenuhi standar diagnosa
klinis untuk pedofilia.
Berdasarkan hukum, "pelecehan seksual
anak" merupakan istilah umum yang menggambarkan tindak kriminal dan sipil
di mana orang dewasa terlibat dalam aktivitas seksual dengan anak di bawah umur
atau eksploitasi anak di bawah umur untuk tujuan kepuasan seksual.
Akhir-akhir ini sering terjadi kekerasan seksual yang menimpa anak. Alasan
penulis memilih judul ” MARAKNYA KEJAHATAN SEKSUAL TERHADAP ANAAK DIBAWAH UMUR
” agar pembaca bisa mengetahui apa penyebab, dampak serta pencegahan dari
terjadinya kekerasan seksual terhadap anak, agar kita semua khususnya para
orang tua bisa lebih waspada dalam menjaga anak, agar terhindar dari kejahatan
seksual.
1.3 Tujuan
Tujuan dari penyusunan karya tulis ini adalah sebagai berikut :
a. Sebagai salah satu tugas untuk mendapatkan nilai pada mata kuliah
PENDIDIKAN PANCASILA.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor terjadinya kekerasan seksual terhadap anak
dibawah umur
c. Untuk mengetahui dampak yang akan diterima oleh anak yang mengalami
kekerasan seksual
d. Untuk mengetahui cara pencegahan, agar anak terhindar dari kekerasan
seksual
1.4 Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran penulisan
Tugas Akhir ini, maka penulis memberikan sistematika penulisan sebagai berikut
:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bagian pendahuluan ini memberikan gambaran tentang isi karya tulis
secara keseluruhan sehingga pembaca dapat memperoleh informasi singkat dan
tertarik untuk membaca lebih lanjut. Didalam bagian pendahuluan memaparkan
tentang latar belakang masalah, alasan pemilihan judul, tujuan penulisan, dan
sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Landasan teori merupakan gambaran secara umum tentang pembahasan yang
berkaitan dengan Hak Anak. Landasan teori yang ada pada bab ini yaitu Undang-undang
Republik Indonesia no. 39 Tahun 1939 yang ada pada bab ke-3 bagian kesepuluh,
undang-undang no.23 tahun 2002 tentang pelindungan anak,
BAB III ANALISIS DAN
PENETAPAN METODE YANG DIGUNAKAN
Dalam hal
ini penulis akan menganalisis dan menetapkan
metode yang akan digunakan dalam pembahasan karya ilmiah ini.
BAB IV PENUTUP
Penulis akan
menguraikan secara singkat mengenai data-data yang terkumpul dan menyajikan dalam
bentuk tabel atau diagram.
BAB V ANALISIS
DATA
Penulias akan
menganalisis data-data yang tersedia dan kemudian memberikan kesimpulan
terhadap apa yang dianalisis
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Isinya
merupakan kesimpulan dari pembahasan yang merupakan jawaban terhadap masalah
serta berisi tentang saran-saran penulis yang didasarkan pada hasil pembahasan
sehingga dapat dikembangkan dengan lebih baik.
BAB II
ANALISIS LANDASAN TEORI
2.1 Analisishasil
BerdasarkanUndang-undang Republik Indonesia no. 39 Tahun 1939 bab ke-3 bagian
kesepuluh;
Pasal 52
(1)
Setiap anak
berhak atas perlindungan orang tua, keluarga, masyarakat dan negara.
(2)
Hak anak adalah
hak azasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakaui dan dilindungi
oleh hukum bahkan sejak kandungannya
Pasal 58
(1)
Setiap anak
berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik
dan mental penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual dalam
pengasuhan orang tua atau walinya atau pihak lain manapun yang bertanggung
jawab atas pengasuhan anak tersebut
(2)
Dalam hal orang
tua, wali, atau pengasuh anak melakukan segala bentuk penganiayaaan fisik atau
mental, penelantarn, perlakuan buruk, pelecehan seksual termasuk pemerkosaan
dan pembunuhan terhadap anak yang seharusnya dilindungi maka harus dikenakan
pemberatan hukum
Pasal 66
(1)
Setiap anak
berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan
hukuman yang tidak manusiawi
UU No.
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud
dengan :
1. Anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 (delapan belas)
tahun, termasuk anak yang masih
dalam kandungan.
2. Perlindungan anak adalah segala
kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hak-haknya agar
dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi,
secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi.
3. Keluarga adalah unit terkecil
dalam masyarakat yang terdiri dari
suami istri, atau suami istri dan
anaknya, atau ayah dan anaknya,
atau ibu dan anaknya, atau keluarga
sedarah dalam garis lurus ke
atas atau ke bawah sampai dengan
derajat ketiga.
4. Orang tua adalah ayah dan/atau
ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu
tiri, atau ayah dan/atau ibu
angkat.
5. Wali adalah orang atau badan
yang dalam kenyataannya
menjalankan kekuasaan asuh sebagai
orang tua terhadap anak.
6. Anak terlantar adalah anak yang
tidak terpenuhi kebutuhannya
secara wajar, baik fisik, mental,
spiritual, maupun sosial.
7. Anak yang menyandang cacat
adalah anak yang mengalami
hambatan fisik dan/atau mental
sehingga mengganggu
pertumbuhan dan perkembangannya
secara wajar.
8. Anak yang memiliki keunggulan
adalah anak yang mempunyai
kecerdasan luar biasa, atau
memiliki potensi dan/atau bakat
istimewa.
9. Anak angkat adalah anak yang
haknya dialihkan dari lingkungan
kekuasaan keluarga orang tua, wali
yang sah, atau orang lain yang
bertanggung jawab atas perawatan,
pendidikan, dan membesarkan
anak tersebut, ke dalam lingkungan
keluarga orang tua angkatnya
berdasarkan putusan atau penetapan
pengadilan.
10. Anak asuh adalah anak yang
diasuh oleh seseorang atau
lembaga, untuk diberikan bimbingan,
pemeliharaan, perawatan,
pendidikan, dan kesehatan, karena
orang tuanya atau salah satu
orang tuanya tidak mampu menjamin
tumbuh kembang anak
secara wajar.
11. Kuasa asuh adalah kekuasaan
orang tua untuk mengasuh,
mendidik, memelihara, membina,
melindungi, dan
menumbuhkembangkan anak sesuai
dengan agama yang
dianutnya dan kemampuan, bakat,
serta minatnya.
12. Hak anak adalah bagian dari hak
asasi manusia yang wajib
dijamin, dilindungi, dan dipenuhi
oleh orang tua, keluarga,
masyarakat, pemerintah, dan negara.
13. Masyarakat adalah perseorangan,
keluarga, kelompok, dan
organisasi sosial dan/atau
organisasi kemasyarakatan.
14. Pendamping adalah pekerja
sosial yang mempunyai kompetensi
profesional dalam bidangnya.
15. Perlindungan khusus adalah
perlindungan yang diberikan kepada
anak dalam situasi darurat, anak
yang berhadapan dengan hukum,
anak dari kelompok minoritas dan
terisolasi, anak yang dieksploitasi
secara ekonomi dan/atau seksual,
anak yang diperdagangkan,
anak yang menjadi korban
penyalahgunaan narkotika, alkohol,
psikotropika, dan zat adiktif
lainnya (napza), anak korban
penculikan, penjualan, perdagangan,
anak korban kekerasan baik
fisik dan/atau mental, anak yang
menyandang cacat, dan anak
korban perlakuan salah dan
penelantaran.
16. Setiap orang adalah orang
perseorangan atau korporasi.
17. Pemerintah adalah Pemerintah
yang meliputi Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah.
Pasal 81
ayat (2)
3 tahun
dan maksimal 15 tahun DAN denda minimal 60 juta dan maksimal 300 juta rupiah. Yang isinya :
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
2.2
Penampilan anggapan
Menurut saya maraknya kejahatan seksual terhadap
anak dibawah umur banyak disebabkan oleh beberapa faktor, terutama factor kurangnya
pengawasan orang tuaterhadapanak.Terutamaanak-anakjalanan yang tidakmempunyai
orang tua. Dalam hal ini pemerintah mempunyai peran penting terhadap perlindungan
terhadap anak. Selain itu tingkat hukuman juga harus sebanding dengan kejahatan
yang dilakukan oleh pelaku agar memberikan efek jera bagi pelaku. Akan tetapi menurut
saya penegakan hukum yang berlaku di Indonesia kurang tegas, karena masih banyaknya
kasus-kasus kejahatan seksual yang menimpa anak seperti contoh kasus yang
akansayabahas di bab 3.
2.3
Pernyataan hipotesis
Kasus
kekerasan seksual terhadap anak, kian hari kian menghawatirkan. Kasusnya yang
semakin meningkat membuat para orang tua harus lebih ekstra dalam melakukan
pengawasan terhadap anaknya. Selain itu adanya kejadian atau kekerasan seksual
yang dialami oleh si pelaku merupakan salah satu faktor terjadinya kekerasan
kejadian tersebut. Pengalaman mendapatkan kekerasan seksual secara fisik
maupun non fisik pada anak juga dianggap sebagai pemicu utama anak untuk
berperilaku seksual yang belum sepantasnya dilakukan oleh golongan usianya.
Sebagai tamsil, ketika anak memiliki pengalaman mendapatkan perilaku seks dari
orang dewasa, seperti pernah disentuh alat kelaminnya, dipaksa melakukan
tindakan oral, hingga mengalami sodomi, maka mereka akan mengalami trauma yang
menyakitkan.
Kondisi traumatik ini akan memaksa mereka
mengendapkan pengalaman pahit mereka ke alam bawah sadar, hingga mampu
mempengaruhi sikap, cara pandang, hingga orientasi seksual anak di fase
selanjutnya. Hipotesa tersebut diperkuat oleh temuan sebuah lembaga riset yang
berkedudukan di Australia, Center Against Sexual Assault (CASA, 2012).
CASA menyimpulkan bahwa perilaku orang dewasa di
sekitar anak, baik orang tua, pengasuh, atau siapa pun yang berada di lingkungan
tempat anak bertumbuh kembang, akan berdampak signifikan dalam pembentukan
karakter, sikap, dan perilaku anak.
Sikap para orang dewasa yang sering tidak
menghargai keberadaan anak melalui kebiasaan melontarkan kata-kata kotor,
mencela dengan kalimat yang bernuansa seksual, hingga mempertontonkan tindakan
asusila baik sengaja maupun tidak sengaja pada anak, diyakini dapat mendorong
agresifitas anak untuk melakukan tindakan kekerasan seksual.
Lenore Terr (1990) lewat bukunya yang
berjudul Too Scared to Cry menggambarkan bagaimana efek trauma pada
anak dapat memicu perilaku amoral anak sebagai bentuk perlawanan akan tindakan
tidak menyenangkan yang telah dialaminya.
Lenore Terr yang juga berlatar belakang sebagai
psikiater handal dari Michigan University tersebut menjelaskan bahwa efek
trauma itu muncul sebagai akibat dari ketidakmampuan anak dalam melakukan
perlawanan terhadap pihak yang telah melakukan tindakan yang tidak menyenangkan
terhadapnya. Hal ini mengarah pada munculnya konflik dan pergulatan batin di
dalam ranah kesadaran anak sebagai bentuk sikap tidak menerima perlakuan buruk
yang dialaminya yang pada akhirnya mendorong anak untuk mengekspresikan apa
yang dirasakan.
Efek trauma ini akan melekat kuat pada memori anak
yang terus menerus muncul dalam ingatan anak secara tiba-tiba baik melalui
stimulus penglihatan dan pendengaran, baik langsung maupun tidak langsung.
Sehingga dengan adanya sedikit stimulasi pada traumanya, anak akan dengan mudah
terpantik untuk melakukan tindakan agresif, kekerasan, termasuk perilaku
amoral. Hal tersebut merupakan coping strategy anak dalam mengatasi
konflik batin yang disebabkan oleh trauma.
Selain faktor trauma akan perilaku kekerasan
seksual, terpaparnya anak terhadap sajian pornografi, baik yang bersumber dari
video, majalah, maupun gambar bernuansa seksual juga menjadi penyebab utama
munculnya perilaku seksual pada anak di bawah umur.
Sejak awal, Sigmund Freud (1921) mengingatkan kita
melalui teori perkembangan psychosexual anak. Freud mengatakan bahwa
anak memiliki jenjang ketertarikan terhadap aspek seksualitas sejak usia tiga
hingga enam tahun. Hal itu ditandai dengan ketertarikan mereka akan organ
kelamin mereka sendiri.
Sehingga, hal yang lumrah ketika anak pada fase ini
senang untuk mengeksplorasi alat kelamin mereka sendiri. Selanjutnya, pada umur
enam tahun hingga pubertas, seorang anak akan memiliki keingintahuan lebih
banyak terhadap lawan jenis. Ketika memasuki fase tersebut, seorang anak mulai
menunjukkan keberanian untuk mengekspresikan ketertarikan terhadap lawan jenis.
Pada fase ini, apabila anak sudah terpapar oleh
faktor stimulus seperti media yang bernuansa seksual, maka seorang anak akan
cenderung mengalami gejolak batin untuk mengekspresikan perilaku dan orientasi
seksualnya. Jika pihak keluarga dan lingkungan sosial tidak memberikan
pengawasan dan pengarahan yang tepat, maka seorang anak akan mendapatkan angin
segar untuk mempraktekkan apa yang seolah diketahuinya dari tayangan-tayangan
pornografi tersebut.
Fatalnya, perilaku seksual mereka seringkali
dilakukan kepada anak yang pada umumnya berusia lebih muda dari mereka dengan
maksud untuk menekan tingkat perlawanan saat aksi kekerasan seksual dilakukan.
Dengan alasan inilah, media pornografi dinilai benar-benar berdampak sangat
destruktif terhadap perkembangan mental dan perilaku anak.
Karena itu, berbagai upaya harus dilakukan oleh
seluruh stakeholders baik di keluarga, masyarakat, maupun aparat
pemerintah, untuk menghindarkan anak dari media-media yang memuat stimulus
seksual, untuk menghindari merebaknya tindak kekerasan seksual oleh dan pada
anak di bawah umur.
BAB III
ANALISIS DAN PENETAPAN METODE YANG DIGUNAKAN
3.1.
Sample
INVESTIGASI KASUS 'BABEH'
Mendengar
kasus pembunuhan serta kasus sodomi dan mutilasi sejumlah korban yang terungkap
pada awal Januari 2010 merupakan salah satu dari beberapa kasus pembunuhan yang
disorot media. Mister X atau yang
biasa dipanggil Babe (48) merupakan pelaku pembunuhan berantai dengan
cara mutilasi yang korbannya adalah anak-anak jalanan yang sebelum dibunuh
telah menjadi korban pelampiasan hasrat seksual babe terlebih dahulu. kepada
polisi, Babe mengaku telah melakukan kekerasan sodomi yang dilanjutkan dengan
pembunuhan berantai kepada 7 bocah yang 4 diantaranya juga menjadi korban
mutilasinya. anak jalanan yang menjadi korban keganasan babeh rata-rata berusia
12 tahun.
Babe adalah seorang anak petani yang berasal dari daerah Magelang, Jawa
Tengah. Babe merupakan anak pertama dari 12 bersaudara. Babe kecil tidak
pandai bersekolah. Di rumah dia selalu dimarahi karena kebodohannya oleh orang
tuanya disebabkan dirinya yang tidak pernah naik kelas .Sekolahnya pun cuma
sampai kelas tiga SD. Tahun 1972, saat berusia 12 tahun. Babe pergi dari rumah
orangtuanya dan hijrah ke Jakarta. Di sinilah Babe merasakan kerasnya hidup.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Babe mencari nafkah menjadi
pengamen di wilayah Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.di tempat singgahnya di
Jakarta inilah, Babe kecil pernah menjadi korban sodomi oleh seorang pria yang
mengasuhnya dan juga sering mengalami kekerasan secara psikologis. Babe
kemudian dipungut seorang bernama Cuk Saputar dan dibawa ke Kuningan, Jawa
Barat untuk menggembala kerbau. di usia 21 Tahun, Babe dinikahkan tetapi
dirinya mengaku memiliki gangguan seksual yaitu tidak bisa ereksi dalam
berhubungan suami-istri dengan pasangannya. Anehnya, hasrat seksual Babe malah
muncul ketika kembali lagi ke Jakarta, berjualan rokok sambil mengasuh beberapa
anak jalanan. disinilah awal mula Babe mulai melakukan kekerasan sodomi dengan
beberapa anak asuhnya. Ia mengaku seringkali menyodomi anak asuhnya yang
sering tidur dirumahnya atau yang tinggal bersamanya, meski tidak semuanya ia
bunuh atau mutilasi.polisi menemukan puluhan foto-foto anak-anak jalanan yang
mayoritas bocah laki-laki dalam kotak rokok di rumahnya. Foto-foto berukuran 2
X 2,5 cm itu diduga merupakan hasil jepretan dari kamera handphone. semacam
ketagihan, Babe mengaku cenderung mengulangi perbuatan kejinya kepada anak-
anak asuhannya ketika ada kesempatan.Setelahmelihat sekilas mengenai riwayat hidup Babe diatas, bagaimana analisis mengenaiprilaku yang dimilikinya? Abnormal atau normal?
menurut apa
yang saya tangkap dari riwayat Babe, Pengalaman masa kecil Babemerupakan faktor
pengaruh terbesar yang mendorong ia memiliki hasrat seksual yang menyimpang.
kemungkinan, Babe mengalami trauma atas pengalamannya yang pernah menjadi
korban sodomi dan kekerasan secara psikologis. kecenderungan untuk
mengulanginya lagi di masa dewasa juga berhubungan dengan kenyataan bahwa
dirinya tidak bisa "puas' ketika melakukan hubungan suami istri dengan
istrinya. Hal ini juga mendorong babe untuk mencari jalan lain untuk melampiaskan
hasrat seksualnya pada anak-anak kecil di jalanan yang juga merupakan anak
asuhnya.
3.2 Metode dan Prosedur Pengolahan Data
Dalam melakukan pengloahan data,
penulis menggunakan metode deskriptif. Metode yang memberikan gambaran atau
uraian mengenai kasus yang dilakukan oleh si mister X atau yang biasa dipanggil
babe dalam melakukan aksinya. Babe
diduga telah melakukan sodomi terhadap anak jalanan sejak tahun 1993 dengan rentan usia antara 4 hingga 14 tahun. Babe tertangkap setelah adanya pengaduan dari salah satu orang
tua korban yaitu korban yang berinisial A yang pada saat itu berusia 9 tahun yang
menghilang. A sendiri ditemukan tewas terpotong-potong pada tanggal 8 Januari
2010 dan kepalanya ditemukan sehari kemudian. Babe sendiri ditangkap di kediamannya di Gang
Masjid Haji Dalim, Pulogadung, Jakarta Timur pada 9 Januari 2010.
Pelecehan Seksual merupakan perbuatan yang keji
dan biadap. apalagi bila pelecehan seksual itu terjadi pada seorang anak kecil
yang pikirannya masih polos dan belum tahu tentang apa-apa. Disini penulis akan menjelaskan factor, dampak serta
pencegahan kekerasan seksual pada anak.
A.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan anak menjadi korban pelecehan seksual :
• Anak kecil innocent (polos) dan tak berdaya.
Apalagi, jika harus berhadapan dengan orang-orang dewasa, terutama orang tua.
Itu sebabnya, pelecehan seksual banyak dilakukan oleh bapak, paman, kakek,
guru, atau tetangga dekat.
• Rendahnya moralitas dan mentalitas pelaku juga
memicu munculnya pelecehan. Moralitas dan mentalitas yang tidak dapat bertumbuh
dengan baik, membuat pelaku tidak dapat mengontrol nafsu atau perilakunya.
• Anak mengalami cacat tubuh, retardasi mental atau
gangguan tingkah laku juga menjadi salah satu sebab banyaknya kasus pelecehan
pada anak. Anak-anak penyandang cacat ini menjadi sasaran empuk bagi pelaku
pelecehan seksual, sebab beberapa faktor yang dianggap menguntungkan karena
pelaku pelecehan pada anak-anak penyandang cacat biasanya sudah merencanakan
niatnya itu dengan memperhitungkan berbagai faktor, yakni keamanan pada saat
melakukan dan lemahnya bukti yang bisa dicari karena korban masih anak-anak atau
penyandang cacat.
B.
Dampak dari pelecehan seksual itu sendiri terhadap anak :
Pelecehan seksual berdampak besar terhadap
psikologis anak, karena mengakibatkan emosi yang tidak stabil. Oleh karena itu,
anak korban pelecehan seksual harus dilindungi dan tidak dikembalikan pada
situasi dimana tempat terjadinya pelecehan seksual tersebut dan pelaku
pelecehan dijauhkan dari anak korban pelecehan. Hal ini untuk memberi
perlindungan pada anak korban pelecehan seksual. Anak-anak yang menjadi korban
pelecehan seksual akan mengalami sejumlah masalah, seperti: kehilangan semangat
hidup, membenci lawan jenis, dan punya keinginan untuk balas dendam; bila
kondisi psikologisnya tidak ditangani secara serius.
C.
Cara-cara untuk mencegah terjadinya pelecehan seksual pada anak :
• Orang tua membuka komunikasi dan menjalin
kedekatan emosi dengan anak-anak. Dengan cara menyempatkan diri untuk bermain
bersama anak-anak.
• Orang tua disarankan memberikan pengertian kepada
anak-anak tentang tubuh mereka dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh
orang lain terhadap bagian tubuhnya. Misalnya, anak diberi pengertian bahwa
kalau ada orang lain yang mencium misal di pipi harus hati-hati karena itu
tidak diperbolehkan, apalagi orang lain itu yang tidak dikenal.
• Kenalkan kepada anak perbedaan antara orang
asing, kenalan, teman, sahabat, dan kerabat. Misalnya, orang asing adalah orang
yang tidak dikenal sama sekali. Terhadap mereka, si anak tak boleh terlalu
ramah, akrab, atau langsung memercayai. Kerabat adalah anggota keluarga yang
dikenal dekat. Meski terhitung dekat, sebaiknya sarankan kepada anak untuk
menghindari situasi berduaan saja.
• Jika sang anak sudah melewati usia balita,
ajarkan bersikap malu bila telanjang. Dan, bila sudah memiliki kamar sendiri,
ajarkan pula untuk selalu menutup pintu dan jendela bila tidur.
• Adanya keterlibatan aparat penegak hukum yakni
penyidik, jaksa dan hakim dalam menangani kasus pelecehan seksual pada anak
sehingga berperspektif terhadap anak diharapkan dapat menimbulkan efek jera
pada pelaku tindak pidana pelecehan sehingga tidak ada lagi anak-anak yang
menjadi korban pelecehan seksual.
3.3 Metode dan Penganalisisan Data
Sesuai dengan
sumber data serta maksud dan tujuan penyusunan tugas mata kuliah pendidikan
pancasila ini maka dalam pengumpulan data penulis menggunakan beberapa metode
sebagai berikut :
1. Studi Kepustakaan
Suatu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara menggunakan dan
mempelajari buku-buku, internet, atau media lain yang ada hubungannya dengan
masalah karya tulis ini.
2.
Literature
Metode pengumpulan data
yang dilakukan dengan memanfaatkan buku - buku referensi sebagai penunjang
dalam pengambilan teori dasar.
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENYAJIAN DATA
4.1. Uraian secara
singkat
Komnas Perlindungan Anak menyatakan tahun 2013
merupakan tahun darurat kekerasan seksual pada anak. Indikasi tersebut terlihat
kasus kekerasan kian meningkat terhadap anak, khususnya kekerasan seksual.
Peristiwa kejahatan ini memaksa Komite Nasional Perlindungan Anak 'turun gunung' ke daerah-daerah untuk memberi pengarahan dan mencarikan solusi untuk mengatasi persoalan itu.
"Tahun darurat kekerasan seksual pada anak akan terjadi bila pemerintah hanya berdiam diri," demikian Sekjen Komnas PA Aris Merdeka Sirait saat berkunjung dan menggelar pertemuan dengan Komisi Perlindungan Anak (KPS) Daerah Provinsi Riau.
Komnas PA bahkan mencatat, selama tahun 2012 lembaga ini telah menerima laporan dan
Peristiwa kejahatan ini memaksa Komite Nasional Perlindungan Anak 'turun gunung' ke daerah-daerah untuk memberi pengarahan dan mencarikan solusi untuk mengatasi persoalan itu.
"Tahun darurat kekerasan seksual pada anak akan terjadi bila pemerintah hanya berdiam diri," demikian Sekjen Komnas PA Aris Merdeka Sirait saat berkunjung dan menggelar pertemuan dengan Komisi Perlindungan Anak (KPS) Daerah Provinsi Riau.
Komnas PA bahkan mencatat, selama tahun 2012 lembaga ini telah menerima laporan dan
pengaduan dari masyarakat terhadap tindakan
kekerasan pada anak sebanyak 2.637 kasus. Dari jumlah tersebut, sebanyak 62
persen atau 1.526 kasus merupakan tindakan kekerasan seksual pada anak.
Angka ini jauh meningkat dibandingkan dengan tahun 2011 yang mencapai 2.509 kasus. Dari jumlah tersebut, 52 persen atau 1305 diantaranya merupakan kasus kekerasan seksual pada anak.
Dari rangkuman data tersebut, sangat jelas bahwa kasus kekerasan seksual pada anak mengalami peningkatan signifikan hingga mencapai 10 persen sepanjang tahun 2012 dibandingkan tahun 2011.
Sekjen Komnas PA, Aris Merdeka Sirait memprediksikan tahun 2013 ini akan menjadi tahun darurat kekerasan seksual pada anak jika tidak dilakukan upaya-upaya konkrit sejak dini.
"Untuk itu, semua pihak baiknya terlibat secara langsung, turut serta mengatasi persoalan ini agar tidak terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Lindungi anak dengan cara yang cermat," katanya.
Menurut Aris, tindakan kekerasan pada anak atau tindakan kekerasan seksual pada anak biasanya dilakukan oleh orang-orang terdekat korban. Oleh karena itu, lanjutnya, para orang tua harus mengawasi anak-anaknya dengan ekstra.
Selain itu pemerintah, imbuhnya, juga harus aktif dalam upaya mengatasi persoalan ini, salah satunya dengan melakukan pembinaan terhadap para orang tua melalui sosialisasi per media atau bahkan mengadakan seminar hingga pada tingkat pemerintahan terendah.
Angka ini jauh meningkat dibandingkan dengan tahun 2011 yang mencapai 2.509 kasus. Dari jumlah tersebut, 52 persen atau 1305 diantaranya merupakan kasus kekerasan seksual pada anak.
Dari rangkuman data tersebut, sangat jelas bahwa kasus kekerasan seksual pada anak mengalami peningkatan signifikan hingga mencapai 10 persen sepanjang tahun 2012 dibandingkan tahun 2011.
Sekjen Komnas PA, Aris Merdeka Sirait memprediksikan tahun 2013 ini akan menjadi tahun darurat kekerasan seksual pada anak jika tidak dilakukan upaya-upaya konkrit sejak dini.
"Untuk itu, semua pihak baiknya terlibat secara langsung, turut serta mengatasi persoalan ini agar tidak terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Lindungi anak dengan cara yang cermat," katanya.
Menurut Aris, tindakan kekerasan pada anak atau tindakan kekerasan seksual pada anak biasanya dilakukan oleh orang-orang terdekat korban. Oleh karena itu, lanjutnya, para orang tua harus mengawasi anak-anaknya dengan ekstra.
Selain itu pemerintah, imbuhnya, juga harus aktif dalam upaya mengatasi persoalan ini, salah satunya dengan melakukan pembinaan terhadap para orang tua melalui sosialisasi per media atau bahkan mengadakan seminar hingga pada tingkat pemerintahan terendah.
4.2
Penyajian table
Pengaduan Kekerasan Seksual Terhadap Anak
|
||
Tahun
|
2011
|
2012
|
Pengaduan
|
1305 kasus
|
1526 kasus
|
BAB V
ANALISIS DATA
5.1 Analisis komparatif
Data pada table 4.2 menunjukan
pengaduan kasus kekerasan seksual terhadap anak. Jika kita bandingkan, kasus
kekerasan seksual pada anak semakin meningkat. Pada tahun 2011 terjadi 1305
pengaduan kasus kekerasan seksual pada anak dan pada tahun 2012 pengaduan
meningkat tajam menjadi 1526 kasus. Ini menandakan kedaruratan yang harus
segera diselesaikan. Dalam hal ini pemerintah berperan penting dalam hal
penegakan hukum. Menurut Komisi Perlindungan anak, kasus kekerasan seksual pada
anak akan semakin meningkat. Tahun 2013 merupakan tahun darurat kekerasan seksual pada anak. Tetapi jika pemerintah
melakukan upaya-upaya pencegahan sejak dini, angka kekerasan seksual terhadap
anak bias ditekan. Dalam hal ini tidak hanya pemerintah yang harus melakukan
pencegahan, tetapi kita semua juga harus ikut serta dalam hal tersebut terutama
para orang tua. Peran orang tua disini sangat penting. Mengingat orang tua
merupakan
5.2 Kesimpulan analisis
Pemerintah mempunyai peran
penting dalam hal penegakan hukum. Selain itu pemerintah juga harus bisa
mecegah agar kejadian–kejadian tersebut tidak lagi terulang. Bila perlu
pemerintah melakukan pembinaan terhadap para pelaku, agar ketika mereka bebas
dari hukuman kekerasan seksual yang dilakukannya pada anak tidak diulanginya
lagi dikemudian hari.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
dan saran
Kesimpulan
Kasus kekerasan seksual
terhadap anak akan semakin meningkat apabila kita senua terutama pemerintah dan
para orang tua tidak melakukan pencegahan sejak dini.
Intinya kita semua harus bisa
mencegah terjadinya perbuatan yang tidak berprikemanusiaan ini. Orang tua dan
pemerintah mempunyai peran yang sangat penting dalam hal pencegahan. Agar para
pelaku memiliki efek jera, sebaiknya pemerintah meberikan hukuman yang sangat
berat mungkin. Sehingga para pelaku akan berfikir seribu kali untuk ketika
mereka hendak melakukan kekersan seksual terhadap anak. Dengan demikian
mudah-mudahan tidak akan ada lagi anak yang mengalami kekerasan. Baik itu
kekerasan seksual maupun kekerasan lainnya. Karena kita semua tahu bahwa anak
adalah titpan dari Allah swt. Oleh karena itu kita harus bisa menjaga titipan
Nya dengan sebaik mungkin.
Saran
1.
Orang tua
harus bisa lebih ekstra dalam menjaga anaknya
2.
Pemerintah
harus mampu mencegah serta bertindak tegas terhadap pelaku kekerasan seksual
3.
Pembinaan terhadap
para pelaku agar ketika pelaku bebas dari hukuman kasus kekerasan seksual yg
dilakukannya pada anak tidak diulangi lagi dikemudian hari.
Sumber :
1.
Djumharjinis,
2012, Pendidikan Pncasila, Demokrasi dan Hak Azasi Manusia (Suplemen Materi
Perkuliahan) Widya, Jakarta.
2.
Dirjen
Dikti. 2002, Kapito Selekta (Untuk Mahasiswa) I & II, Jakarta.
3.
H.
Kaelan. M5 2008, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.
4.
Muchji.
H. Achmad, Etail, 2007, Pendidikan Pancasila, Gunadarma.
5.
Indonesiatera,
2011, UUD 1945 dan Perubahannya + Struktur Ketatanegaraan, Yogyakarta.
6.
Latif,
Yudi, 2010, Negara Paripurwa, Historis, Rationalitas dan Aktualitas Pancasila,
Gramedia, Jakarta.
10. http://devianggraeni90.wordpress.com/2009/12/21/pelecehan-seksual-pada-anak/
Mohon ijin bergabung untuk berbagi info tentang alat bantu yang dapat meningkat kan rangsangan seksual baik pria dan wanita, yang tertarik informasinya bisa di lihat disini: alat stimulasi
BalasHapus